Kisahhabib Ali batu pahat. Related Videos. 4:50. Berjiwa murobbi. My Chanel tv. 12 views · July 12 Clickhere to select your favorite shades & tones of our interior & exterior wall paint colour. The hexadecimal color code #f07977 is a medium light shade of red. Jumpsearch Sultanate output .hatnote font style italic .mw parser output div.hatnote padding left 1.6em margin bottom 0.5em .mw parser output .hatnote font style normal .mw parser output .hatnote link .hatnote margin top 0.5em cash. Beliau seorang kekasih Allah yang mengajarkan kepada siapa pun bahwa di zaman yang sudah amat maju ini orang masih bisa hidup zuhud dan tawadhu. Dalam kesederhanaannya, ia mengarungi hidup dengan tegar. Banyak di antara pecintanya ingin membangunkan rumah mewah sebagai kediaman yang layak bagi orang sebesar dirinya. Namun semuanya ia tolak secara halus. Demikianlah, setiap harinya dia mandi dan mengambil wudhu di kamar mandi yang bersatu dengan sumur tua dalam bangunan yang sangat sederhana. Tanda keutamaan dalam dirinya sangat jelas. la adalah orang yang ketika wajahnya dipandang, dapat mengingatkan hati yang memandangnya kepada Allah SWT. Akhlaqnya amat luhur dan mulia, sebagai bias dari akhlaq datuknya, Baginda Rasulullah SAW. Sikap zuhud terhadap dunia adalah hiasan terindah dalam kesehariannya. Begitu pula sifatnya yang teramat wara’. Salah seorang kerabatnya dari Indonesia, yang masih terhitung cucunya, suatu saat mengunjunginya. Saat berada di sana, lewat jendela rumah sederhana itu, sang cucu memandangi buah kelapa yang menggantung di pohon kelapa di sisi rumahnya. Memperhatikan hal itu, Habib Ali mendekat dan mengatakan kepadanya, “Kamu mau buah kelapa itu? Sebentar. Saya mintakan izin dulu sama si empunya tanah. Sebab, saya hanya menyewa rumahnya, tanahnya tidak ikut saya sewa.” Subhanallah. Rumah sederhana yang ia tempati itu pun ternyata rumah sewaan, bukan rumah miliknya. Sangat Memuliakan Tamu Hatinya begitu lembut. la tak ingin ada sedikit pun rasa kecewa tumbuh di hati orang yang mengunjunginya. Di rumahnya yang amat sederhana, kecil, dan sempit itu, sedemikian rupa ia muliakan setiap tamu yang datang. Semua ia terima dengan penerimaan yang menyenangkan hati, tak peduli rupa apalagi harta. Berjumpa dengan sosok bersahaja itu, hati pun serasa menjadi lapang seketika. Ruang tamunya pun tak pernah kosong dari ratusan botol kemasan air mineral para tamu yang berharap keberkahan dari doa-doa yang ia lafalkan. Meski amat banyak untuk ukuran seorang yang sudah sesepuh Habib Ali Batu Pahat, ia mendoai satu per satu air itu dengan penuh kekhusyu’ amat santun kepada setiap tamunya. Kaya, miskin, ulama, ataupun awam. Meski hidup sederhana, ia bahkan hampir selalu memberikan uang kepada para tamunya. Jumlahnya terkadang tidak kecil. Jika mereka berkunjung pada jam makan, tak mungkin tamunya diizinkan pulang sebelum mereka makan bersamanya. Sifat rendah hatinya kepada setiap tamunya amat mengagumkan. Sebelum sang tamu pulang, orang semulia dirinya ini justru selalu meminta doa dari mereka. Tempat Ziarah para Ulama Semasa hidupnya, Habib Ali menjadi tempat mengadu berbagai permasalahan banyak orang. Mereka yang berasal dari Nusantara dan negara-negara Arab, apabila berkunjung ke Malaysia, akan meluangkan waktu untuk mengunjunginya, demi mendapatkan mutiara nasihat dan keberkahan dari sosok yang jiwa dan raganya ini senantiasa bergantung kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Di antara petuah yang pernah ia sampaikan, “Allah SWT adalah Sang Khaliq. Manusia hanyalah makhluk. Maka, manusia harus mematuhi apa pun perintah Sang Maha Pencipta. Bukan Sang Maha Pencipta yang mematuhi perintah manusia.” Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, bila berkunjung ke Malaysia, pun kerap menziarahi Habib Ali di Batu Pahat. Pada perjumpaan terakhirnya dengan Habib Ali, Al-Maliki mengatakan, ia meyakini bahwa Habib Ali adalah seorang yang diberi anugerah besar dari sisi Allah di negeri rantaunya ini. Sebelum pulang, Sayyid Muhammad Al-Maliki pun mengarang sebuah qashidah untuknya yang menggambarkan sifat-sifat mulia Habib Ali bin Ja’far Alaydrus. Pernah suatu kali Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki rahimahullah berkunjung pada beliau, sepanjang jalan Sayyid Muhammad berbicara tentang rindunya pada Rasulullah saw, maka ketika sampai di kediaman beliau, maka semua tamu tidak diperkenankan masuk, kecuali Sayyid Muhammad Al Maliki, mereka masuk berdua cukup lama, lalu keluarlah Sayyid Muhammad Al Maliki dengan airmata yg bercucuran.., seraya berkata hajat saya sudah terkabul… terkabul.., sambil menutup wajah beliau dengan linangan air mata. Beliau memiliki kelebihan/kemuliaan yaitu dapat membaca suroh AL-IKHLAS sebanyak 5000 kali dalam waktu 5 menit. Diantara Ulama yang pernah mengunjungi dan bersilaturrahmi kepada beliau antara lain, Al Habib Zein bin Ibrahim bin Semith dari Madinah, Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syatiri Hadramaut, Al Habib Umar bin Hafidh Hadramaut, Al Habib Anis bin Alwi Al Habsyi dari Solo dan tokoh habaib dan ulama lainnya. Tenggelamnya sebuah Bintang Habib Ali wafat sekitar pukul atau petang waktu lima hari sebelum haul ayahandanya, Habib Ja’far bin Ahmad, yaitu pada 3 Jumadil bertepatan dengan 40 hari meninggalnya Al Quthub Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf Jeddah. Sayyid Ibrahim dan Sayyid Ja’far, keduanya cucu Habib Ali, dari putranya yang bemama Syed Husein, di sampingnya ketika itu. Dari saat Habib Ali wafat waktu dimandikan keesokan harinya, jenazahnya tak putus-putus dikunjungi ribuan manusia dari segala penjuru dan lapisan masyarakat, terutama dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Di antara yang hadir menyampaikan ta’ziyahnya pada saat itu adalah Syed Hamid bin Ja’far Al-Bar, mantan menteri luar negeri dan menteri dalam negeri Malaysia. Begitu juga bacaan Al-Quran, Yaasin, dan tahlil tak putus-putusnya dibacakan hingga jenazahnya usai dimandikan oleh keluarga sekitar pukul Jum’at pagi. Karena begitu banyaknya penta’ziyah yang datang untuk dapat menghadiri prosesi shalat Jenazah, akhirnya jenazah Habib Ali dishalatkan sebanyak dua kali. Pertama, sebagaimana wasiatnya, dishalatkan di dalam rumah, yang diimami oleh Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Alaydrus, dan kedua di luar rumah, dengan imam Habib Hasan bin Muhammad bin Salim Al-Attas. Jenazahnya kemudian dimakamkan sebelum shalat Jum’at, 29 Jumadil Akhirah 1431 H/14 Mei 2010, di Tanah Pekuburan Islam Bukit Cermai, Batu Pahat, Johor, Malaysia. Habib Umar bin Hamid AI-Jilani dari Makkah yang membacakan talqin pada saat itu. Habib Ali bin Ja’far Alaydrus meninggalkan seorang putri bernama Syarifah Khadijah dan tiga orang putra, yaitu Syed Muhammad, Syed Umar, dan Syed Husein. Semoga ketabahan dan ketawakalan mengiringi hati keluarga dan para pecintanya atas kepergian sosok yang amat mereka cintai dan muliakan ini. Ulama adalah pewaris para nabi. Kepada para pewarisnya itu, Nabi SAW tidak mewariskan harta, tetapi beliau mewariskan ilmu kepada mereka, yang nilainya melebihi bilangan harta, seberapa pun besarnya. Siapa yang mengambil ilmu mereka, dia telah mengambil harta yang amat bernilai. Oleh karenanya, wafatnya seorang ulama adalah musibah yang sulit tergantikan dan satu kelemahan yang susah ditutupi. Wafatnya seorang ulama ibarat sirnanya sebuah bintang di antara gugusan bintang-bintang lainnya. Rasulullah SAW mengatakan, “Sesungguhnya wafatnya satu kabilah lebih ringan musibahnya dibandingkan atas wafatnya seorang yang alim.” HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Bayhaqi. Kini Habib Ali telah tiada. Dengan segala kemuliaannya, ia telah berada di sisi Sang Khaliq. Tinggal kita semua yang saat ini telah ditinggalkannya. Kita yang masih banyak bergelimang dengan dosa. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah di atas jalan hidup kita, mengampuni kita atas dosa-dosa kita, dan mengumpulkan kita kelak di surga-Nya bersama orang-orang yang kita cintai. Ziarah Sayyid Muhammad ke rumah Habib Ali di sini Bismillah. Alhamdulillah wa shukrulillah with the grace of Allah I finally made it to the abode of Habib Ali bin Jaafar al-Idrus in Batu Pahat, Johor, Malaysia. About three weeks before the journey, a mu'aleem whose audience I sought for a private counsel, mentioned Habib Ali. That was the first time I heard of the blessed name. He said he once brought someone to see Habib Ali with an intention to get some 'healing' from the man many believe to be a saint of great stature. Although that mu'aleem had only mentioned Habib Ali in passing, he sure sparked an interest in me. I then shared with a few people my niyyat of visiting Habib Ali. Surprisingly they all had some valuable information to offer. Signs were everywhere telling me that I must pay him a visit despite knowing that he almost always would refrain from seeing women unless they are deemed to be 'special' or if there is an absolutely urgent need. Regardless of the tips on the do's and don'ts when visiting Habib Ali, I had set out the journey with tawakkal and a couple of reasonable expectations. I thought if I could locate his house given the limited clues I got; if I could see Habib Ali's face and just be there for barakah-sake, I would be delighted. But I must say barakah were already coming our way even before my friend, my mother and I headed south. N is originally from Semerah which is about 20 minutes drive from Habib Ali's house, but she has not heard of Habib Ali until two years ago when one ustaz suggested that she visit him. Apparently, Habib Ali is more well-known among the outsiders. Regular visitors include admirers from Indonesia, Singapore, Abu Dhabi, Yemen and not to mention renowned scholars like Allahyarham Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, Habib Zain, Habib Umar, Habib Yusuf Bakhour al-Hasani and Yusuf Islam. We arrived fifteen minutes after Asar. Thanks to a Singapore car parked in front of the house, we knew that it was our destination. As we got onto the compound we discovered that the pulasan tree clue was actually a rambutan tree. It was not too difficult to find the place actually. At the traffic light from Batu Pahat town we turned left alongside Batu Pahat Mall and then made a right turn and then left onto a narrow street parallel to the mall. Inside a humble-looking house picture above lives an extraordinary 95-year-old man. To many, he is one of the venerable saints of this region. Allah knows best of his maqam. And certainly, he is not only a jewel in the crown of Batu Pahat but a much bigger area of which a saint is usually assigned as the caretaker. We can only speculate on his role in the unseen realm but to the mortals, we know he now spends a week for himself and a week to receive guests albeit for limited hours. When he was done speaking to the male guests in the front part of the house, he retired to his room which was adjacent to the room where the female guests were seated. As we sat there talking to his eldest child and only daughter Umi Khadijah and the wives of his grandsons, we tried to catch a glimpse of him through the curtains separating the rooms. Habib Ali despises people peeking at him. Despite having a poor vision he could tell if anyone was secretly watching him. However, he did not seem to mind when we pierced through the curtains to look inside his chamber, after getting permission from a family member of course. I saw him sitting cross-legged on the floor, his eyes were fiercely looking at a great distance towards the qibla as his hand was busy counting a tasbeeh. His room did not look comfortable at all but he did not seem to care about comfort anyway. Unlike before, he was not bothered when we pulled the curtains slightly. We had earlier written a note introducing ourselves. His great-grandson was supposed to read it out to him and asked him to make du'a for us. I sure hope he did! I wanted to take photos of Umi Khadijah and pictures of habaib adorning the room reserved for ladies but she politely declined. Being the only girl in the family, it's understandable that her father allowed all her siblings to have their photos taken except her. Habib Ali is a strict father and very particular about adab manners. Up until four years ago, Habib would attend to people's requests for healing. They would be asked to write down their situations on a piece of paper which was to be pasted face down on water bottles. There were times when Habib Ali would call Umi to help him figure out some of the illegible handwriting but he covered up the paper with his hands and only revealed the few words that he could not read. Habib Ali would remind Umi that 'people trusted me with their personal problems, not you. This is amanah trust for me to keep.' According to Umi Khadijah, Habib Ali used to recite Yaseen and al-Mulk after Subuh and Maghrib, and al-Waqi'ah after Asar. Nowadays he does not recite the Qur'an as much due to poor vision and memory but he is continually doing zikir day and night. He sleeps very little and when he does he could even hear if a lizard had fallen from the ceiling. Umi recalled the year when her mother Sharifah Allawiyah passed away. Sharifah was 35 and Habib Ali was 36. When people asked him to remarry, he said, 'even before my wife died I had already made a pledge that I would not marry again, so I wish to keep to my words.' Umi was indeed kind to want to share stories about her father. We were grateful to be given such a warm welcome. She had made du'a for us not once but three times while we were there. When I candidly asked if Habib had any old tasbeeh, she went searching around the house and came back with two tasbeeh for us. Alhamdulillah! From Sister Nora, the wife of one of Habib Ali's grandson, we learned about Habib Ali's diet. He neither eats beef nor chicken, she said. Habib would only eat fresh mutton. He would not eat anything that has been frozen. The same applies to eggs, so the family gets their eggs supply from the local village. Habib Ali is also particular about the person who cooks for him and she's glad that she's among the preferred ones. According to Sister Nora, Habib Ali chose the names of all of his grandsons. As for baby girls, the parents are allowed to propose names for his consideration and approval. She's happy to be part of the al-Idrus family and enjoyed entertaining the stream of guests who came to visit Habib Ali. I must say that we were well entertained and very happy to get to know the wonderful women of Habib Ali's family. At one time Umi Khadijah had squeezed my hands and with so much warmth and love in her eyes she said, 'we will meet again InshaAllah!' Bi-iznillah, by the permission of Allah, we shall visit you and your family again O Habib Ali, O jewel in the crown. It did not matter that we ladies did not get to speak to you in person for we believe you could hear all our whispers and all the Fatihah and al-Ikhlas presented to you from the bottom of our hearts. May Allah grant you good health and long life for you are mercy to all who know you and all who may not be aware of your presence. In any case, we do not know what your real worth is in the eyes of Allah. All we could do is pray so that we derive much benefit from your barakah and emulate the qualities of zuhud, waraq, aleem, abid and areef in you, bi-iznillah. ________________________________________ Thanks to Mohamed, Mas Taj, Kak Ina and Aunty Amnah for all the pointers. A special thanks to Nisa for driving us there. Antara Johor dan Kuala lumpur, terdapat sebuah desa terpencil iaitu "Batu pahat" yang di wilayah tersebut tinggallah seorang soleh yang doanya tidak pernah ditolak oleh Allah SWT, Al-Habib Ali bin Ja'far Al-Aydrus, seorang yang lanjut usianya, waktunya dihabiskan untuk menemui tetamunya siang dan malam, dengan rumah yang sangat sempit dan sederhana, namun para Habaib dan Ulama-ulama dunia bila berkunjung ke kuala lumpur, pastilah akan berkunjung untuk mendatangi beliau, telah ramai para habaib besar yang mengunjungi beliau, diantaranya Al-Habib Umar bin Hafidh Hadramaut, Al-Habib Muhammad bin Alwi Al-Maliki Makkah, Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smeith Madinah, Al-Habib Hasan bin Abdullah As-Syathiri Hadramaut, Al-Habib Salim bin Abdullah As-Syathiri Hadramaut, Al-Habib Abdulqadir bin Ahmad Assegaf dan ramai lagi para Habaib besar yang selalu mengunjungi beliau, dan ayah beliau adalah salah seorang yang Luhur dan Agung disisi Allah, Al-Habib Ja'far Al-Aydrus yang termasyhur hampir seluruh dunia sebagai orang yang soleh dan telah berada pada kelompok dalam kumpulan ahli Shiddiqiyyatil Kubra, dan puteranya Al-Habib Ali bin Ja'far yang kelihatan tidak memiliki apa-apa, dan selalu menunduk dan dipenuhi kerendahan diri dan kesopanan pada para tetamunya ini, bersuara lembut dan penuh kasih sayang ini, beliau bagaikan Intan berlian yang bersinar ditengah-tengah gelapnya suasana beliauNasihat pertama Bacalah Al-Quran. Ikutilah Al-Quran. Al-Quran itu adalah karangan Pencipta kita. Hidup kita pasti selamat jika kita berpandukan keduaJangan bergaduh antara satu sama lain. Yakni antara adik beradik, ahli keluarga, sahabat-sahabat, saudara-mara dan sebagainya. Jika ada pergaduhan, cepat-cepatlah berbaik-baik antara satu sama ketigaBertaubatlah kamu sebelum pintu taubat tertutup untukmu. Di sini boleh bermakna ajal ataupun munculnya tanda-tanda besar Kiamat. Nasihat keempat Allah SWT itu adalah Khalik iaitu sang Pencipta. Manusia hanyalah Makhluk iaiatu yang dicipta. Maka manusia itu patut mematuhi apa sahaja perintah-perintah Pencipta bukan Pencipta mematuhi perintah manusia. Takutlah pada Allah SWT dengan bertaqwa pada Allah SWT. Jika manusia tidak takut pada Allah siapa yang dia takutkan? Akibat tidak takut pada Allah SWT, banyak masalah telah ditimpa pada manusia itu sendiri. Turutilah semua perintah-perintah Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW yakni Rasul dan Nabi yang terakhir. Ingatlah tiada Nabi selepas Rasulullah kelimaSolat lima waktu mesti di laksanakan di mana jua, tanpa mengenal masa. Allah SWT telah meringankan solat dari lima puluh waktu kepada hanya lima waktu sahaja maka itu jangan sekali-kali tinggalkan Solat-solat keenamAnak-anak kita mesti dilatih berpuasa apabila menjangkau usia 10 tahun paling lambat.

habib ali batu pahat